
Potret Retak dari Sebuah Gerakan yang Tak Pernah Dilahirkan
Jika logika adalah kereta, maka Semar adalah batu kerikil di relnya
Dadaisme Jawa tidak ditemukan. Ia terjadi. Seperti bau dupa yang nyasar ke hutan pinus, atau gamelan yang mengalun dalam mimpi seekor kucing. Seorang dalang pernah berkata:
“Jika logika adalah kereta, maka Semar adalah batu kerikil di relnya.”
Kapan itu dimulai? Tidak ada tanggal. Hanya serpihan.
Di bawah langit Yogya yang menganga, pelukis memotong wayang menjadi bentuk-bentuk yang tak dikenal: kepala Gareng dengan mata Marcel Duchamp, tubuh Petruk bercampur radio tua dan sisa manifesto. Mereka tertawa. Menyeringai. Tak butuh panggung.
Apakah ini seni? Tidak. Ini perlawanan yang pakai kostum badut.
Seorang pengamen membawa angklung yang hanya berisi satu tabung. Ia memainkan lagu-lagu Radiohead. Orang-orang memberinya nasi.
Di sudut pasar, seseorang menjual keris yang bila ditarik keluar hanya ada sendok plastik.
Seorang seniman menempelkan stiker “Batik Asli” di patung Liberty, lalu menghilang ke dalam kabut.
Dadaisme Jawa tidak menginginkan pengikut.
Ia ingin kau bingung, tertawa kecil, lalu membuka buku filsafat sambil mendengar dangdut koplo. Jika engkau membaca ini dan bertanya-tanya:
“Apa maksudnya semua ini?”
Maka engkau sudah melangkah ke dalamnya.
Tulis, kirim & share berita / artikelmu dimana-pun, kapan-pun, berapa-pun di Kalacemeti Archive.
Jika logika adalah kereta, maka Semar adalah batu kerikil di relnya
Jika batik bisa bernapas, ia akan mengigau dalam pola kawung.
Tentang Fenomena Interferensi Akustik Dalam Sebuah Ansambel Tanpa Titik Tengah