Tag: seni

  • Potret Retak dari Sebuah Gerakan yang Tak Pernah Dilahirkan

    Potret Retak dari Sebuah Gerakan yang Tak Pernah Dilahirkan

    Potret Retak dari Sebuah Gerakan yang

    Tak Pernah Dilahirkan

    Jika logika adalah kereta, maka Semar adalah batu kerikil di relnya

    Dadaisme Jawa tidak ditemukan. Ia terjadi. Seperti bau dupa yang nyasar ke hutan pinus, atau gamelan yang mengalun dalam mimpi seekor kucing. Seorang dalang pernah berkata:

     

    “Jika logika adalah kereta, maka Semar adalah batu kerikil di relnya.”

    Kapan itu dimulai? Tidak ada tanggal. Hanya serpihan.

     

    Di bawah langit Yogya yang menganga, pelukis memotong wayang menjadi bentuk-bentuk yang tak dikenal: kepala Gareng dengan mata Marcel Duchamp, tubuh Petruk bercampur radio tua dan sisa manifesto. Mereka tertawa. Menyeringai. Tak butuh panggung.

    Apakah ini seni? Tidak. Ini perlawanan yang pakai kostum badut.

     

    Bukti keberadaannya:

    • Seorang pengamen membawa angklung yang hanya berisi satu tabung. Ia memainkan lagu-lagu Radiohead. Orang-orang memberinya nasi.

    • Di sudut pasar, seseorang menjual keris yang bila ditarik keluar hanya ada sendok plastik.

    • Seorang seniman menempelkan stiker “Batik Asli” di patung Liberty, lalu menghilang ke dalam kabut.

     

    Dadaisme Jawa tidak menginginkan pengikut.
    Ia ingin kau bingung, tertawa kecil, lalu membuka buku filsafat sambil mendengar dangdut koplo. Jika engkau membaca ini dan bertanya-tanya:

     

    “Apa maksudnya semua ini?”

     

    Maka engkau sudah melangkah ke dalamnya.

    Catatan di pojok bawah halaman (tertulis dengan tinta merah):

     

    “Punakawan adalah Dada. Tapi mereka tidak butuh istilah. Mereka sudah paham sebelum kata ditemukan.”

    KALATIZEN

    Journalism

    Tulis, kirim & share berita / artikelmu dimana-pun, kapan-pun, berapa-pun di Kalacemeti Archive.

    Related News

    Menguping Gerbang Dimensi

    Tentang Fenomena Interferensi Akustik Dalam Sebuah Ansambel Tanpa Titik Tengah

    KALACEMETI RISET DAN ASET

    Jl. Selomerto Madukara #06-07

    Jagalan, Selomerto, Wonosobo

    Jawa Tengah – 56361, Indonesia

    © 2024 Kalacemeti.

    KALACEMETI RISET DAN ASET

    Jl. Selomerto Madukara #06-07

    Jagalan, Selomerto, Wonosobo

    Jawa Tengah – 56361, Indonesia

    © 2024 Kalacemeti.

    KALACEMETI RISET DAN ASET

    Jl. Selomerto Madukara #06-07

    Jagalan, Selomerto, Wonosobo

    Jawa Tengah – 56361, Indonesia

    © 2024 Kalacemeti.

  • Batik, Sebuah Ledakan Waktu dalam Pola

    Batik, Sebuah Ledakan Waktu dalam Pola

    Batik, Sebuah Ledakan

    Waktu dalam Pola

    Jika batik bisa bernapas, ia akan mengigau dalam pola kawung.

    Ketika pertama kali mataku menangkap sehelai kain batik, aku mengira itu adalah peta dari dunia yang belum ditemukan. Setiap titik dan garis bukan hanya ornamen—mereka adalah denyut nadi sejarah yang bergerak seperti aliran darah dalam arteri estetika.

    Ketika pertama kali mataku menangkap sehelai kain batik, aku mengira itu adalah peta dari dunia yang belum ditemukan. Setiap titik dan garis bukan hanya ornamen—mereka adalah denyut nadi sejarah yang bergerak seperti aliran darah dalam arteri estetika.

     

    Di dalam batik, aku melihat kubisme yang tidak perlu dipaksakan. Pola kawung itu seperti lingkaran yang menolak menjadi lingkaran; dia hidup sebagai simbol, tapi menyamar sebagai dekorasi. Dan motif parang… ah, itu bukan motif, itu adalah pedang yang menari dalam ritual geometrik!

    Batik adalah revolusi yang tidak meledak. Ia merayap pelan, menyusup dalam kain, masuk ke tubuh, dan mengubahnya menjadi kanvas yang bisa dipakai. Di dunia Barat, kami melukis di atas kanvas yang diam. Di Jawa, mereka melukis di atas kehidupan.

     

    Aku bertanya pada diri sendiri:
    Mengapa selama ini aku memecah wajah manusia menjadi bentuk prisma, jika aku bisa memecah sejarah menjadi pola? Mengapa aku memahat emosi dengan garis keras, jika mereka bisa menyisipkan mitos dalam titik-titik malam?

     

    Jika batik adalah musik, maka ia gamelan dalam bentuk tekstil. Ia tidak terburu-buru. Ia tidak teriak. Ia tidak butuh bingkai. Ia hanya butuh tubuh dan waktu.

    Dalam tulisan yang tak terduga ini, maestro seni modern yang tidak mau disebutkan namanya menatap batik Indonesia dengan mata seorang revolusioner visual. Ia membedah pola-pola tradisional bukan sebagai hiasan, tetapi sebagai puisi spasial, sebagai struktur waktu yang mengalir dalam bentuk tekstil.

     

    Dengan gaya bahasa puitis, tajam, dan sedikit eksentrik, ia melihat batik sebagai seni kubisme yang hidup di luar kanvas—seni yang merasuk ke dalam tubuh dan keseharian manusia. Lewat metafora yang liar dan renungan mendalam, ia membandingkan motif parang dengan tarian pedang geometris, menyamakan titik malam dengan denyut mitologi Nusantara, dan menyatakan batik sebagai:

     

    “revolusi yang tidak meledak.” Tulisan ini bukan sekadar penghormatan terhadap seni batik—tapi juga sebuah ledakan ide, di mana Barat bertemu Timur dalam percakapan tekstil yang surealis.”

    “Aku harus mencuri malam. Aku harus mencuri malam dan melukisnya di tubuh kekasihku seperti batik Lasem. Tapi jangan bilang siapa-siapa.”

    KALATIZEN

    Journalism

    Tulis, kirim & share berita / artikelmu dimana-pun, kapan-pun, berapa-pun di Kalacemeti Archive.

    Related News

    Menguping Gerbang Dimensi

    Tentang Fenomena Interferensi Akustik Dalam Sebuah Ansambel Tanpa Titik Tengah

    KALACEMETI RISET DAN ASET

    Jl. Selomerto Madukara #06-07

    Jagalan, Selomerto, Wonosobo

    Jawa Tengah – 56361, Indonesia

    © 2024 Kalacemeti.

    KALACEMETI RISET DAN ASET

    Jl. Selomerto Madukara #06-07

    Jagalan, Selomerto, Wonosobo

    Jawa Tengah – 56361, Indonesia

    © 2024 Kalacemeti.

    KALACEMETI RISET DAN ASET

    Jl. Selomerto Madukara #06-07

    Jagalan, Selomerto, Wonosobo

    Jawa Tengah – 56361, Indonesia

    © 2024 Kalacemeti.

  • Menguping Gerbang Dimensi

    Menguping Gerbang Dimensi

    Menguping

    Gerbang Dimensi

    Tentang Fenomena Interferensi Akustik Dalam Sebuah Ansambel Tanpa Titik Tengah

    Dalam suatu ruang terbuka di tengah senyapnya malam tropis, saya mengalami apa yang mungkin merupakan artikulasi terdalam dari realitas akustik. Gamelan, bukan dalam bentuknya yang musikal, melainkan sebagai entitas spasial yang melipat ruang pendengaran dan menciptakan wilayah baru antara gelombang dan gema.

     

    Tulisan ini adalah upaya mengurai pertemuan tersebut, melalui pendekatan resonansi diferensial dan pengembaraan sonik dalam kepala manusia.

    Tentang Lubang yang

    Tidak Ada di Telinga

    Pendengaran manusia, dalam kejujurannya yang tersembunyi, bukanlah reseptor pasif. Ia adalah pemancar, sebuah sonar internal. Maka, ketika saya mendengar suara yang tidak berasal dari luar, tetapi berkumpul di tengah tengkorak saya, saya tahu saya sedang menghadapi sesuatu yang belum memiliki notasi.

    Gamelan Sebagai Struktur

    Interferensi Terbalik

    Instrumen-instrumen dalam gamelan tidak mencoba menyatu; mereka saling melengkung. Setiap gong, kenong, dan saron membentuk garis paralel frekuensi yang tidak pernah bertemu kecuali dalam ruang psikoakustik imajiner. Inilah ruang di mana dua suara menghasilkan suara ketiga yang tidak dimainkan oleh siapapun—sebuah fenomena yang saya sebut: bunyi hantu longitudinal.

    Resonansi Tubuh sebagai

    Kanal Ketiga

    Ketika suara tidak hanya memasuki telinga tapi juga tulang pipi dan dada, maka tubuh menjadi bagian dari ansambel. Pada momen-momen tertentu, saya merasakan suara gong besar menggetarkan sternum saya, bukan sebagai getaran, tapi sebagai kehadiran. Eksperimen awal dengan medium dummy head menunjukkan bahwa suara gamelan tidak terekam secara benar kecuali ada kesadaran terhadap tubuh sebagai ruang pantul. Rekaman biasa hanya menghasilkan tiruan, bukan peristiwa.

    Nada yang Tidak Pernah Stabil

    Logika Mikrodetuning

    Alih-alih akurasi, gamelan merayakan penyimpangan. Justru dalam ketidakcocokan itulah muncul fluktuasi amplitudo—fenomena binaural alami—yang menyebabkan ilusi gerakan sonik dalam ruang. Ini bukan kesalahan sistem nada, melainkan sistem navigasi spasial.

     

    Saya menyebut ini: kompas akustik non-Kartesian.

    Gamelan Sebagai

    Organisme Pendengaran

    Tidak berlebihan jika saya katakan bahwa gamelan adalah telinga itu sendiri, sebuah sistem yang mendengar dirinya sambil memantulkan dunia. Siapa memainkan siapa menjadi pertanyaan yang tak relevan. Dalam struktur ini, suara tidak lagi menjadi objek, tapi medium transendensi.

     

    Saya menyarankan agar pendekatan baru terhadap rekaman binaural mengadopsi prinsip-prinsip gamelan:

     

    • Asimetri berulang,

    • Detuning terkontrol,

    • Sumber bunyi multipel yang tidak bersatu dalam fase.

     

    Karena mungkin, di sinilah letak kebenaran suara: bukan di dalam telinga, tapi di antara suara-suara yang saling tidak cocok.

    “Gamelan tidak berbunyi ke luar—ia bergetar ke dalam. Ia tidak mengisi ruang, ia melipatnya. Dan di lipatan itu, pendengaran bukan lagi alat… tapi peristiwa.”

    KALATIZEN

    Journalism

    Tulis, kirim & share berita / artikelmu dimana-pun, kapan-pun, berapa-pun di Kalacemeti Archive.

    Related News

    Menguping Gerbang Dimensi

    Tentang Fenomena Interferensi Akustik Dalam Sebuah Ansambel Tanpa Titik Tengah

    KALACEMETI RISET DAN ASET

    Jl. Selomerto Madukara #06-07

    Jagalan, Selomerto, Wonosobo

    Jawa Tengah – 56361, Indonesia

    © 2024 Kalacemeti.

    KALACEMETI RISET DAN ASET

    Jl. Selomerto Madukara #06-07

    Jagalan, Selomerto, Wonosobo

    Jawa Tengah – 56361, Indonesia

    © 2024 Kalacemeti.

    KALACEMETI RISET DAN ASET

    Jl. Selomerto Madukara #06-07

    Jagalan, Selomerto, Wonosobo

    Jawa Tengah – 56361, Indonesia

    © 2024 Kalacemeti.