


- Indonesia
- Jawa
- English
- 日本語
- 한국어
- 中文
- عربي
- Dutch
- Deutsch
- Россия
- แบบไทย
- Tiếng Việt
- हिंदी
- Ελλάδα
- Монгол
- Türkiye
- Tagalog
- Français
- Español
- Português
- Norge
- Sverige
- Suomi
- Italiano
- România
- Latinus
- ខ្មែរ
- Հայաստան
- ქართული
- magyarország
- қазақтар
- íslenskur
- o’zbek
- עִברִית
- Indonesia
- Jawa
- English
- 日本語
- 한국어
- 中文
- عربي
- Dutch
- Deutsch
- Россия
- แบบไทย
- Tiếng Việt
- हिंदी
- Ελλάδα
- Монгол
- Türkiye
- Tagalog
- Français
- Español
- Português
- Norge
- Sverige
- Suomi
- Italiano
- România
- Latinus
- ខ្មែរ
- Հայաստան
- ქართული
- magyarország
- қазақтар
- íslenskur
- o’zbek
- עִברִית

Perang Tarif, Antara Dua Bocah
Raksasa yang Berebut Permen Karet
Tarif Naik, Humor Tetap Gratis
Di suatu sore yang mendung di depan warung soto, saya—Bagong—membaca berita luar negeri sambil ngelap keringat yang tidak ada. Katanya, dua negara adidaya sedang perang. Bukan pakai tank, bukan pakai rudal, tapi pakai tarif impor dan twit galak. Saya bingung, ini perang ekonomi atau rebutan kuota WiFi? Maka dari itu, saya putuskan untuk menulis analisis mendalam, tapi jangan serius-serius amat. Wong saya bukan ekonom, saya tukang ngamen sambil bawa teori politik di dalam plastik kresek.
Wahai para pembaca yang budiman maupun budeg, izinkan hamba, rakyat biasa yang kerjanya cuma ngosek genteng dan kadang berdiskusi dengan ayam tetangga, menguraikan tragedi besar abad ini: Perang Tarif antara Pak Trump dan Pak Xi.

Prolog Singkat
Dua Bocah di Pasar Malam
Bayangkan dua bocah. Si Trump, rambutnya kayak benang kasur kesetrum. Si Xi, matanya setipis irisan tahu pong tapi pandangannya menembus dompet negara lain.
Mereka ke pasar malam bareng. Lihat mainan, rebutan.
“Eh, itu punyaku!”
“Bukan, aku duluan lihat!”
Akhirnya, dua-duanya ngambek. Si Trump mulai narik-narik harga: “Pokoknya barang dari Cina kudu bayar pajak dobel!”
Si Xi jawab sambil nyuap bakpao: “Ya sudah, aku juga naikin pajakmu, sekalian nggak tak beli jagungmu lagi!”
Perang Dagang atau Lomba Adu Ego?
Kata para pakar ekonomi, ini soal surplus, defisit, geopolitik, dan dinamika perdagangan global.
Kata Bagong: ini cuma rebutan siapa yang bisa ngambek paling lama tanpa kangen duluan.
Dan seperti biasa, yang ketiban getah bukan mereka, tapi:
Petani jagung di Iowa yang bingung kenapa stoknya numpuk kayak dosa masa lalu.
Tukang solder di Shenzhen yang gajinya nyusut kayak celana direndam air panas.
Dan emak-emak di Jakarta yang heran kenapa harga blender tiba-tiba kayak cicilan motor.
Kudeta Ekonomi Lewat Kode Diskon
Zaman dulu orang perang pakai tombak, sekarang pakai tarif dan retweet. Dulu rebutan rempah, sekarang rebutan hak cipta dan data TikTok.
Trump bilang: “Cina nyolong teknologi!”
Xi jawab: “Amerika tukang ngatur-ngatur!”
Kalau diterjemahkan ke bahasa Bagong: “Pokoknya kamu duluan yang mulai, aku cuma bales, tapi aku lebih sakit!”
Solusi Bagong
Perang Tanding di Lapangan Voli
Saya usul, lupakan tarif, mari adu voli pantai antar kepala negara.
Aturan:
Satu set doang, siapa kalah harus beli produk lawan selama seminggu.
Wasitnya Netizen Internasional, komentarnya tak bisa dimute.

Epilog
Tarif Itu Sementara, Tapi Lucu Itu Abadi
Kalau kata Semar, “Urip iku mung mampir ngimport.”
Jadi, daripada saling dorong keranjang belanja, mending bikin pasar yang isinya diskon dadakan dan gratis ongkir lintas benua.
Hormat saya,
Bagong
(Pakar Tarif dan Humor Geopolitik Nasional)
Akhir kata, perang dagang ini mungkin tidak membuat bumi meledak, tapi dompet rakyat bisa meletus pelan-pelan. Jadi, kepada Pak Trump dan Pak Xi, kalau mau ngambek, silakan, tapi jangan ajak kami ikut puasa mendadak. Kalau mau perang, mending adu pantun atau lomba joget TikTok. Lebih sehat, lebih murah, dan lebih gampang viral.
Sekian dari saya, Bagong. Kalau artikel ini bikin Anda pusing, berarti Anda waras. Kalau Anda setuju dengan saya… yah, itu risiko Anda sendiri.
KALATIZEN
Journalism
Tulis, kirim & share berita / artikelmu dimana-pun, kapan-pun, berapa-pun di Kalacemeti Archive.
Related News

Kalian yang Menganjlokkan Rupiah, Bukan Aku
Sebuah Surat Terbuka dari CEO Uang Gaib

Perang Tarif, Antara Dua Bocah Raksasa yang Berebut Permen Karet
Tarif Naik, Humor Tetap Gratis

Gelap itu Pemanggil Evolusi
Seruan dari Samudra Selatan oleh Aku, Nyi Roro Kidul”