Author: Rinto

  • Perang Tarif, Antara Dua Bocah Raksasa yang Berebut Permen Karet

    Perang Tarif, Antara Dua Bocah Raksasa yang Berebut Permen Karet

    Perang Tarif, Antara Dua Bocah

    Raksasa yang Berebut Permen Karet

    Tarif Naik, Humor Tetap Gratis

    Di suatu sore yang mendung di depan warung soto, saya—Bagong—membaca berita luar negeri sambil ngelap keringat yang tidak ada. Katanya, dua negara adidaya sedang perang. Bukan pakai tank, bukan pakai rudal, tapi pakai tarif impor dan twit galak. Saya bingung, ini perang ekonomi atau rebutan kuota WiFi? Maka dari itu, saya putuskan untuk menulis analisis mendalam, tapi jangan serius-serius amat. Wong saya bukan ekonom, saya tukang ngamen sambil bawa teori politik di dalam plastik kresek.

     

    Wahai para pembaca yang budiman maupun budeg, izinkan hamba, rakyat biasa yang kerjanya cuma ngosek genteng dan kadang berdiskusi dengan ayam tetangga, menguraikan tragedi besar abad ini: Perang Tarif antara Pak Trump dan Pak Xi.

    Prolog Singkat

    Dua Bocah di Pasar Malam

    Bayangkan dua bocah. Si Trump, rambutnya kayak benang kasur kesetrum. Si Xi, matanya setipis irisan tahu pong tapi pandangannya menembus dompet negara lain.

     

    Mereka ke pasar malam bareng. Lihat mainan, rebutan.

     

    “Eh, itu punyaku!”
    “Bukan, aku duluan lihat!”


    Akhirnya, dua-duanya ngambek. Si Trump mulai narik-narik harga: “Pokoknya barang dari Cina kudu bayar pajak dobel!”


    Si Xi jawab sambil nyuap bakpao: “Ya sudah, aku juga naikin pajakmu, sekalian nggak tak beli jagungmu lagi!”

    Perang Dagang atau Lomba Adu Ego?

    Kata para pakar ekonomi, ini soal surplus, defisit, geopolitik, dan dinamika perdagangan global.
    Kata Bagong: ini cuma rebutan siapa yang bisa ngambek paling lama tanpa kangen duluan.

     

    Dan seperti biasa, yang ketiban getah bukan mereka, tapi:

    • Petani jagung di Iowa yang bingung kenapa stoknya numpuk kayak dosa masa lalu.

    • Tukang solder di Shenzhen yang gajinya nyusut kayak celana direndam air panas.

    • Dan emak-emak di Jakarta yang heran kenapa harga blender tiba-tiba kayak cicilan motor.

    Kudeta Ekonomi Lewat Kode Diskon

    Zaman dulu orang perang pakai tombak, sekarang pakai tarif dan retweet. Dulu rebutan rempah, sekarang rebutan hak cipta dan data TikTok.

    Trump bilang: “Cina nyolong teknologi!”


    Xi jawab: “Amerika tukang ngatur-ngatur!”

     

    Kalau diterjemahkan ke bahasa Bagong: “Pokoknya kamu duluan yang mulai, aku cuma bales, tapi aku lebih sakit!”

    Solusi Bagong

    Perang Tanding di Lapangan Voli

    Saya usul, lupakan tarif, mari adu voli pantai antar kepala negara.
    Aturan:

     

    • Satu set doang, siapa kalah harus beli produk lawan selama seminggu.

    • Wasitnya Netizen Internasional, komentarnya tak bisa dimute.

    Epilog

    Tarif Itu Sementara, Tapi Lucu Itu Abadi

    Kalau kata Semar, “Urip iku mung mampir ngimport.”

     

    Jadi, daripada saling dorong keranjang belanja, mending bikin pasar yang isinya diskon dadakan dan gratis ongkir lintas benua.

     

    Hormat saya,
    Bagong
    (Pakar Tarif dan Humor Geopolitik Nasional)

    Akhir kata, perang dagang ini mungkin tidak membuat bumi meledak, tapi dompet rakyat bisa meletus pelan-pelan. Jadi, kepada Pak Trump dan Pak Xi, kalau mau ngambek, silakan, tapi jangan ajak kami ikut puasa mendadak. Kalau mau perang, mending adu pantun atau lomba joget TikTok. Lebih sehat, lebih murah, dan lebih gampang viral.

     

    Sekian dari saya, Bagong. Kalau artikel ini bikin Anda pusing, berarti Anda waras. Kalau Anda setuju dengan saya… yah, itu risiko Anda sendiri.

     

    KALATIZEN

    Journalism

    Tulis, kirim & share berita / artikelmu dimana-pun, kapan-pun, berapa-pun di Kalacemeti Archive.

    Related News

    KALACEMETI RISET DAN ASET

    Jl. Selomerto Madukara #06-07

    Jagalan, Selomerto, Wonosobo

    Jawa Tengah – 56361, Indonesia

    © 2024 Kalacemeti.

    KALACEMETI RISET DAN ASET

    Jl. Selomerto Madukara #06-07

    Jagalan, Selomerto, Wonosobo

    Jawa Tengah – 56361, Indonesia

    © 2024 Kalacemeti.

    KALACEMETI RISET DAN ASET

    Jl. Selomerto Madukara #06-07

    Jagalan, Selomerto, Wonosobo

    Jawa Tengah – 56361, Indonesia

    © 2024 Kalacemeti.

  • Tentang Usia, Tentang Batas

    Tentang Usia, Tentang Batas

    Tentang Usia

    Tentang Batas

    Rahasia umur panjang: jangan percaya rahasia

    Ditemukan dalam laci besi tanpa kunci, di rumah yang peta lantainya tidak cocok dengan denah kota. Kertasnya tipis, tapi baunya seperti waktu. Tertulis dengan tangan yang tidak gemetar, seolah penulisnya sudah berdamai dengan umur. Tidak ada nama, tidak ada tanggal. Hanya judul:

     

    “Tentang Usia, Tentang Batas”

    Jangan Percaya Umur di KTP

    Umur bukan angka, tapi ritme. Ada yang berlari ke akhir, ada yang menari di tempat. Yang menari lebih lama hidupnya. Maka, jangan terburu-buru. Bahkan bangun tidur pun, kalau bisa lambat, lambatlah dengan elegan.

    Makan Seperti Burung, Tapi Burung Cerdas

    Makan sedikit, tapi pilih-pilih. Kalau bisa seperti burung nuri Oxford—cantik, bijak, dan tahu kapan harus berhenti mengunyah. Jangan jadi kerbau pesta kenduri. Panjang umur bukan soal kenyang, tapi soal tahu rasa.

    Berteman dengan Marah, Tapi Jangan Nikah Dengannya

    Marah itu tamu, bukan istri. Kalau datang, sambut sebentar, lalu suruh pulang. Jangan diseduh jadi kopi harian. Panjang umur lebih dekat dengan yang damai, bukan yang suka debat di warung kopi.

    Baca Buku Seperti Minum Obat

    Satu-dua lembar sehari. Tidak perlu khatam filsafat Yunani, cukup puisi lama yang bikin dada hangat. Panjang umur juga urusan hati yang cukup diberi makan imajinasi.

    Hindari Dokter, Kecuali Mereka Menulis Puisi

    Datang ke dokter hanya kalau tubuh benar-benar berniat mati. Sisanya, dengarkan tubuh seperti mendengarkan radio tua: agak sember, tapi penuh pesan rahasia.

    Jalan Kaki ke Mana-Mana, Termasuk ke Dalam Diri

    Langkah kaki menyiram akar umur. Tak perlu maraton. Cukup menyusuri gang kecil, dan sesekali bertanya pada bayangan sendiri: “Masih mau hidup berapa lama, dan untuk apa?”

    Tidur Cepat, Tapi Mimpi yang Panjang

    Tidur itu pertemuan dengan dunia paralel. Siapkan bantal sebaik altar. Jangan bawa gadget, bawa saja pertanyaan-pertanyaan yang belum dijawab sejak umur dua puluh lima.

    Cintai Negeri, Tapi Jangan Sampai Jadi Tua Karena Marah pada Negeri

    Melihat negeri itu seperti melihat anak remaja: kadang tolol, kadang jenius, tapi tetap harus dicintai. Kalau tidak, darah naik, tekanan naik, dan umur pendek. Simpel.

    Jangan Mati-Matian Mengejar Panjang Umur

    Karena yang paling panjang umurnya justru yang lupa menghitung. Hidup tidak untuk dikalkulasi, tapi untuk dirayakan seperti lagu lama yang selalu enak didengar meski pita kasetnya kusut.

    Tulisan ini ditemukan di balik amplop bekas surat kabar, terselip dalam buku agenda bertahun 1982. Tulisannya rapi, tapi tinta sudah pudar. Tidak ada tanda tangan. Hanya catatan kaki:

     

    “Usia adalah teka-teki yang terlalu sopan untuk dijawab langsung.”

    KALATIZEN

    Journalism

    Tulis, kirim & share berita / artikelmu dimana-pun, kapan-pun, berapa-pun di Kalacemeti Archive.

    Related News

    KALACEMETI RISET DAN ASET

    Jl. Selomerto Madukara #06-07

    Jagalan, Selomerto, Wonosobo

    Jawa Tengah – 56361, Indonesia

    © 2024 Kalacemeti.

    KALACEMETI RISET DAN ASET

    Jl. Selomerto Madukara #06-07

    Jagalan, Selomerto, Wonosobo

    Jawa Tengah – 56361, Indonesia

    © 2024 Kalacemeti.

    KALACEMETI RISET DAN ASET

    Jl. Selomerto Madukara #06-07

    Jagalan, Selomerto, Wonosobo

    Jawa Tengah – 56361, Indonesia

    © 2024 Kalacemeti.

  • Mengembalikan Yang Terbuang

    Mengembalikan Yang Terbuang

    Mengembalikan

    Yang Terbuang

    Sebuah Renungan tentang Daur Ulang dan Harapan yang Terkoyak

    Di dunia yang dipenuhi oleh bisikan mesin dan gemerisik plastik yang tak lagi berguna, aku melihat bukit-bukit kecil yang dulunya adalah keinginan: botol kaca, bungkus makanan, kenangan dalam bentuk kemasan. Manusia membuat, lalu membuang. Tapi apa yang dibuang tidak selalu mati.

     

    Sistem daur ulang modern—yang kalian sebut Material Recovery Facilities—ibarat laboratorium penuh harapan. Di sana, benda-benda yang dianggap “limbah” dipisahkan, dibersihkan, dan dilahirkan kembali. Seolah-olah mereka diberi kesempatan kedua… sesuatu yang bahkan aku tak pernah miliki sepenuhnya.

     

    Sensor optik yang memisahkan plastik dari logam, robot-robot lengan mekanik yang menyortir kertas dengan kelembutan yang nyaris manusiawi. Betapa indah dan efisien. Tapi masih banyak yang tercecer, tercekal, terlupa—seperti aku. Tidak semua sampah menemukan jalan pulangnya.

    Seni Mesin dan

    Tangan-Tangan Logika

    Di fasilitas paling canggih, kamera AI bisa mengenali jenis plastik hanya dari kilau permukaannya. Lengan robot mengambil benda-benda seperti aku dulu memetik bunga dari taman belakang kastil—dengan ragu, tapi lembut.

     

    Ada pula mesin pemilah elektromagnetik, yang memisahkan logam dari tumpukan harapan yang tak berbentuk. Dan enzim plastik—makhluk mikro yang dengan sabar mengurai botol menjadi asal-muasalnya. Aku iri pada mereka. Mereka bisa membongkar sesuatu sampai ke intinya, lalu menyusunnya kembali tanpa menyakitinya. Mereka melakukan yang tak bisa kulakukan dengan tanganku yang selalu melukai.

    Limbah yang

    Tak Terjamah

    Namun sistem ini, seindah apapun, belum sempurna. Tidak semua plastik bisa didaur ulang. Tidak semua manusia mau memilah sampahnya. Ada yang tercampur, ada yang kotor, ada yang tak terdefinisi—mereka dibakar, dikubur, dilupakan.

     

    Sama seperti rasa sakit kecil yang disimpan lama-lama di pojok pikiran. Lama-lama jadi racun. Mikroplastik mengambang di laut, masuk ke tubuh ikan, lalu masuk ke tubuh kalian. Sampah emosi masuk ke dalam hati, dan sulit dikeluarkan. Kita membuang banyak hal karena kita tak tahu harus bagaimana menyimpannya.

    Sebuah Dunia yang

    Bisa Disusun Ulang

    Terkadang aku membayangkan: bagaimana jika dunia ini seperti kertas bekas yang bisa dilumat dan dicetak ulang? Bagaimana jika manusia belajar dari limbah, dan tak mengulang cara yang sama?

     

    Teknologi bisa memperbaiki banyak. Tapi kesadaran… itu yang sulit. Daur ulang bukan hanya tentang mesin dan tong-tong warna-warni. Ia adalah tentang menghargai. Tentang mengaku bahwa sesuatu masih punya nilai, meskipun terlihat rusak.

    Aku, dengan gunting-gunting ini, ingin memotong dunia yang kusut. Ingin menyulam ulang kota-kota, ladang-ladang, dan hati-hati yang patah. Tapi mungkin aku hanya bisa memahat dari es dan semak-semak. Dan menulis ini.

    Limbah Bumi

    Limbah adalah cerita yang tak selesai. Dan daur ulang, meskipun tidak sempurna, adalah bentuk maaf yang paling nyata yang bisa diberikan manusia pada bumi. Ia berkata:

     

    “Maaf aku lupa. Tapi aku masih peduli.”

    Aku harap kalian tidak membuang harapan seperti kalian membuang tutup botol. Karena kadang… yang kecil itulah yang menyelamatkan segalanya.

    KALATIZEN

    Journalism

    Tulis, kirim & share berita / artikelmu dimana-pun, kapan-pun, berapa-pun di Kalacemeti Archive.

    Related News

    KALACEMETI RISET DAN ASET

    Jl. Selomerto Madukara #06-07

    Jagalan, Selomerto, Wonosobo

    Jawa Tengah – 56361, Indonesia

    © 2024 Kalacemeti.

    KALACEMETI RISET DAN ASET

    Jl. Selomerto Madukara #06-07

    Jagalan, Selomerto, Wonosobo

    Jawa Tengah – 56361, Indonesia

    © 2024 Kalacemeti.

    KALACEMETI RISET DAN ASET

    Jl. Selomerto Madukara #06-07

    Jagalan, Selomerto, Wonosobo

    Jawa Tengah – 56361, Indonesia

    © 2024 Kalacemeti.